Sebagai tanaman industri penghasil minyak asiri, tanaman nilam juga tidak lepas dari serangan hama dan penyakit. Banyak jenis penyakit yang sering menyerang areal pertanaman nilam, tetapi ada dua yang tergolong paling merusak, yaitu layu bakteri dan budok.
Kedua penyakit ini menimbulkan kerugian besar bagi petani nilam khususnya di sentra nilam terbesar – Aceh. Penyebarannya sangat cepat meluas, sehingga dapat menghancurkan areal pertanaman nilam di Aceh. Menurut Ir. Ariful Asman, MD., peneliti bidang penyakit pada Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor, luas serangan penyakit layu bakteri dapat mencapai 75-80%, sedangkan penyakit budok 60-75%.
Kedua penyakit inilah yang telah menyebabkan sistem perladangan nilam di Aceh menjadi berpindah-pindah semakin ke pedalaman dan jauh dari pemukiman. Akibatnya, petani makin mengalami kesulitan memelihara tanamannya dengan baik. “Pemupukan tanaman misalnya, saat ini semakin jarang dilakukan, karena untuk melakukannya petani harus mengeluarkan ongkos angkut pupuk dari rumah ke lokasi kebunnya,” jelas Ariful memberi contoh.
Selain kedua penyakit itu, sebenarnya masih ada penyakit lain yang sering menyerang. Tetapi karena tidak terlalu merugikan diabaikan oleh para petani. Penyakit tersebut adalah penyakit akar putih yang disebabkan oleh jamur akar putih, dan penyakit-penyakit bercak daun oleh jamur.
1. Layu Bakteri
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Tanaman yang terserang biasanya akan layu dan akhirnya mati. Proses serangannya sangat cepat, umumnya hanya 2-5 hari sesudah serangan tanaman akan mati total. Penyakit seperti ini oleh petani Aceh disebut penyakit mati bujang.
Serangan layu dimulai dari pucuk tanaman, kemudian menyebar ke seluruh tanaman. Umumnya gejala layu baru tampak setelah sebagian besar jaringan batang dan akarnya membusuk. Kulit akar sekunder mengelupas, dan akan serabut banyak yang busuk. Bila batang dipotong melintang akan terlihat torehan-torehan memanjang berwarna cokelat sampai hitam sepanjang jaringan kayu dan kambium. Kadang-kadang kulit luarnya pun menghitam pula. Bila sayatan diperas atau direndam dalam air jernih steril, ooze dari bakteri akan keluar seperti lendir.
Penyakit ini sudah lebih dari 25 tahun mengganggu tanaman nilam di Aceh, termasuk pertanaman di hutan-hutan. Menurut Ariful, ‘lingkaran setan’ ini kemungkinan terjadi akibat cara bercocok tanam petani yang masih tradisional. Asal bibit yang digunakan tidak menentu, dan umumnya setek tanaman langsung ditanam di lahan tanpa melalui persemaian, sehingga petani tidak menyeleksi bibit tanaman yang digunakan. Disamping itu, lahan kebun petani biasanya sudah mengandung bakteri, sebab selain menanam nilam, petani juga pernah menanam tanaman lain seperti kacang tanah yang diserang bakeri.
Penularan bakteri ini juga kemungkinan besar melalui gigitan serangga, mengingat mekanisme penularan bakteri biasanya melalui pelukaan atau penyuntikan ke dalam jaringan. Selain serangga, nematoda pun bisa menjadi inang penular yang melukai akan seperti Meloidogyne sp., Xiphinema sp., Patylenchus brachyuros.
Perlu diwaspadai juga adanya tumbuhan inang yang dapat menyebabkan bakteri menyerang kebun nilam tanpa selang waktu. Oleh karena itu perlu dilakukan pemutusan siklus hidup bakteri, dengan membuat periode tanpa tumbuhan inang. Tumbuhan inang yang cukup penting adalah kacang tanah, terong, jahe, dan tomat.
Penggunaan antibiotik Agrept dan Agrymicilin dapat mengatasi serangan. Tetapi lebih baik serangan lebih lanjut dicegah dengan cara mencabut semua tanaman yang sudah layu bersama akar-akarnya, kemudian dibakar di luar kebun.
Penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh virus atau MLO (Mycoplasm Like Organism) yang disebarkan oleh serangga vektor seperti aphis, lalat putih, serangga-serangga pengisap daun lainnya, dan bahkan nematoda. Tetapi penularan bisa juga disebabkan oleh kontak langsung dengan alat-alat olah pertanian atau melalui setek.
Gejala serangan penyakit ini adalah daun-daun muda berubah bentuk menjadi seperti kerupuk dengan ketebalan melebihi daun normal. Warna permukaan daun bagian bawah menjadi merah kuning atau violet, bulu-bulu menjadi kasar, tulang daun menebal dan keriput. Kelainan ini akan menyebar sampai ke pucuk dan daun-daun lain dalam satu pohon. Hingga akhirnya pertumbuhan tanaman tertekan dan tidak bisa bertambah besar, serta kanopinya pun mengecil. Bila dipangkas gejala akan muncul lagi pada tunas-tunas baru.
Gejala lain, batang menjadi kasar dan permukaanya tampak tebal karena ada partikel-partikel hijau yang melapisinya. Lapisan ini membuat tanaman tampak kotor. Bila dikerok dengan kuku, pelapis akan terkelupas bersama kulit luar tanaman.
Gejala lanjut menyebabkan ruas-ruas memendek, makin ke pucuk makin parah hingga menggumpal. Daun-daun pada batang cabang menjadi kerdil, busuk, dan mati. Pada ketiak cabang tumbuh tunas-tunas yang tidak normal. Bila dilihat penampilannya mirip penyakit sapu setan pada kacang tanah.
Untuk mencegah serangan, perlu diwaspadai tanaman inang yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor. Misalnya tanaman cabai, kacang tanah, terong, dan beberapa jenis rumput-rumputan.
Selain itu penyemprotan insektisida secara rutin seperti dengan Sevin 85 S, Basudin atau Azodrin 15% selang 2-6 minggu sekali dapat mencegah terjadinya serangan. Bila serangan belum merata, cabang-cabang yang terserang dapat dipangkas kemudian tanaman disemprot insektisida. Tetapi kalau serangan sudah berlanjut, sebaiknya tanaman dicabut dan dibakar.
3. Akar Putih
Gejala yang tampak mirip gejala serangan bakteri, hanya proses kematiannya jauh lebih lambat. Sehingga tanaman terlihat seperti stres atau terkena defisiensi hara. Daun-daun biasanya berubah menguning dengan warna ungu yang menonjol pada permukaan sebelah bawahnya. Tetapi dengan pengamatan lebih lanjut pada tanah tempat tumbuh serta akarnya, dapat segera dibedakan penyebabnya. Yang disebabkan oleh jamurRigidoporus sp. biasanya terlihat ada benang-benang putih. Jaringan tanaman yang terserang menjadi cokelat dan mati, sehingga mengganggu translokasi hara dari akar ke bagian atas tanaman atau sebaliknya.
Tanaman ini biasa menyerang tanaman melalui tanah atau tanaman inang yang tersisa dalam tanah, seperti tunggul-tunggul karet. Tetapi serangan akan berkurang atau hilang sama sekali bila lahan ditanami palawija secara berulang-ulang, asal dengan pengerjaan tanah yang baik.
Pencegahan lainnya adalah dengan penyemprotan fungisida seperti Galarom pada tanaman 1-2 hari dengan selang waktu 7 hari. Tetapi bila serangan sudah parah sebaiknya tanaman dicabut bersama akarnya. Jangan sampai ada bagian tanaman yang tertinggal. Kemudian lubang bekas luka dibiarkan terbuka.
4. Bercak daun
Dari gejalanya yang khas dan terbanyak di lapangan, diperkirakan penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporivides dan fusarium sp. Penyebaran dan penularannya lebih banyak melalui udara dan percikan air yang mengandung spora.
Jamur ini mudah sekali menginfeksi jaringan tanaman pada kondisi udara lembap. Gejala serangannya, ada bercak-bercak hitam besar atau kecil, yang kebanyakan berada di pinggir daun. Kadang-kadang bercaknya cukup lebar mencapai garis tengah 2-3 cm.
Serangan penyakit bercak daun agaknya tidak menimbulkan masalah bagi petani, sebab kebiasaan petani memungut semua daun yang berguguran pada waktu panen untuk disuling turut mengurangi inokulum jamur tersebut. (ELR/FRP)